Perkembangan teknologi kecerdasan artifisial (AI)
telah memasuki babak baru. Kemunculan teknologi AI juga telah mengubah cara
kerja sebagian besar orang khusunya dikalangan para peserta didik bahkan
mahasiswa. Teknologi AI generatif-komunikatif ChatGPT (Generative
Pre-trained Transformer) yang dikembangkan oleh OpenAI telah mengubah cara
kerja dan perspektif peradaban.
Kemampuan teknologi ini mampu menjawab semua
pertanyaan ataupun permintaan yang diajukan, serta mampu juga menerjemahkan ,
mengoreksi tata bahasa, membuat bahasa pemograman komputer. Hal ini membuat
penggunannya semakin meluar. Kemudahan yang didapatkan oleh manusia dalam
mengerjakan segala pekerjaannya menjadi salah satu faktor yang membuat banyak
pengguna menyukai chatGPT ini.
Peran manusia dalam berbagai aktivitas pekerjaan
perlahan mulai digantikan oleh teknologi buatan ini. Termasuk misalnya ketika
guru hendak membuat administrasi yang memang dibutuhkan profesionalisme guru
dalam menyusun administrasi yang cenderung memakan cukup banyak waktu dan
pikiran, sehingga guru lebih suka memakai chatGPT ini. Selain menyusun
administrasi, guru juga terkadang membuat soal-soal dengan bantuan chat GPT
yang sangat praktis. Hanya dengan meminta AI membuat soal, dalam beberapa detik
kemudian soal sudah tersusun.
Hal ini menjadi perhatian besar dalam dunia
pendidikan. Karena segala sesuatu tanpa proses perencanaan dan juga pemikiran
yang kritis. Maka, ilmu yang disajikan dalam bentuk perencanaan pembelajaran
dan juga hasil yang diperoleh dari proses yang sangat instan tersebut apakah
dapat dipercaya kredibilitasnya.
Artikel berita di Jurnal Nature yang ditulis
oleh Chris Stokel walker menyebutkan bahwa, “para editor jurnal ilmiah,
peneliti, dan penerbit tengah berdebat untuk menempatkan mesin AI seperti
ChatGPT dalam publikasi ilmiah. Apakah tepat untuk mengutip mesin tersebut
sebagai salah satu seorang penulis?
Ditengah kehebohan dan keluhan ini, pengelolah sekolah
di New York bahkan sudah melarang penggunaan ChatGPT dari perangkat jaringan
internet mereka. Hal ini berbanding terbalik di Indonesia yang sampai saat ini,
penggunaan ChatGPT tidak hanya dipakai oleh kalangan peserta didik, mahasiswa,
bahkan guru dan dosen juga banyak menggunakannya.
Apa Yang Yang Terjadi?
Pada dasarnya penggunaan teknologi dapat meningkatkan
kreativitas manusia dalam melakukan pekerjaan atau tugas-tugasnya. Hanya saja,
penggunaan teknologi tersebut haruslah berkorelasi dengan pemikiran kritis
manusia itu sendiri.
Guru yang mengajar di sekolah menengah ke atas
misalnya bisa saja menyajikan pembelajaran yang bersumber dari media digital
atau mesin berteknologi canggih. Namun, guru berkewajiban untuk mengoreksi
kebenaran hasil yang dikeluarkan oleh mesin teknologi tersebut. Bahkan tidak
hanya guru saja, peserta didik dalam proses pembelajaran juga memerlukan
sumber-sumber ilmu pengetahuan lain selain dari buku. Karena bagaimanapun, kita
tidak bisa menafikan diri dari perkembangan teknologi yang begitu pesat. Yang
boleh kita lakukan adalah, menggunakan teknologi tersebut secara kreatif dan
kritis.
Guru dizaman era digital memang mendapat tantangan
tersendiri dari berbagai aspek. Karena informasi yang serba telanjang dalam
dunia digital tentu sangatlah masif dapat dilihat oleh semua kalangan. Baik dari
sesama guru maupun peserta didik yang mendapatkan ilmu pengetahuan dari guru
dan juga beberapa sumber lainnya. Misalnya, guru bahasa Indonesia akan mengajar
di kelas X. Kemudian guru tersebut mengambil ppt yang sudah disediakan di
internet secara gratis, tanpa disadari, ppt tersebut juga diunduh oleh peserta
didik. Maka, guru bahasa Indonesia tadi, yang hanya mengambil mentah dari situs
internet tanpa mempelajari dan mengkritisi isi dari ppt tersebut, otomatis
dapat merusak kebenaran dari ilmu pengetahuan yang sebenarnya. Karena, bisa
saja ppt yang di download oleh guru bahasa Indonesia tadi adalah bekas karya
tugas dari peserta didik sekolah Z yang mendapatkan tugas membuat PPT terkait materi
Menulis puisi. Hal inilah menjadi kekhawatiran tersendiri bagi penulis. Karena,
institusi pendidikan yang didalamnya ada guru dan murid yang diharapkan membawa
perubahan bangsa kearah yang lebih baik. Ternyata bisa berdampak menjadi sumber
masalah bangsa.
Urgensi Nalar Kritis dalam Penggunaan Teknologi
Informasi
Kemunculan dan perkembangan teknologi AI dapat
diarahkan untuk menjawab sekurang-kurangnya 3 pertanyaan. Apa hakikat teknologi
informasi seperti ChatGPT? Apa dampak penggunaan ChatGPT terhadap kualitas
pendidikan? Apa respon yang ideal yang dilakukan oleh para insal pendidik.
Hakikat teknologi itu sendiri adalah transformasi
perubahan yang merubah cara kerja manusia yang mengarah pada efektivitas dan efisiensi
waktu.
Dampak penggunaan ChatGPT sangat bergantung pada cara
penggunaan ChatGPT itu sendiri. Dapat berdampak positif apabila penggunaan ChatGPT
secara kritis dengan memastikan kebenaran dan sumber-sumber informasi yang
ditemukan oleh ChatGPT. Dapat berdampak buruk apabila informasi yang ditemukan
oleh ChatGPT tidak dianalisa, namun langsung disalin.
Respon idealnnya adalah dengan cara menggunakan
ChatGPT dengan tetap berpikir kritis.
Berpikir secara kristis dalam menggunakan teknologi
informasi yang salah satunya ChatGPT sangatlah diperlukan. Informasi mengenai
ChatGPT sebagai mesin yang membantu kita mengumpulkan informasi yang kita
butuhkan secara instan. Jika kita kritisi dengan melihat sumber-sumber
informasi itu didapatkan dan kebenaran informasi itu logis atau tidak tentu
dapat kita filter. Materi atau informasi apa yang bisa kita gunakan dari hasil
pencarian ChatGPT dan materi apa yang harus kita abaikan.
Sebagai guru juga harus mengajarkan keahlian bagaimana
mencari dan menyeleksi informasi-informasi yang sahih serta logis kepada setiap
peserta didik yang melek teknologi. Agar peserta didik mengetahui bahwa segala informasi
yang dihasilkan oleh mesin seperti ChatGPT ini tidaklah semua logis dan dapat
digunakan.
Proses pembelajaran yang meminta peserta didik dalam
mengelaborasikan temua-temuannya dari ChatGPT dengan kalimat yang ia susun sendiri
justru dengan sendirinya telah mengajarkan mereka untuk berpikir kritis. Hal
ini perlu dilakukan oleh setiap guru yang memiliki tugas mengajar di era yang
serba digital ini.
Tindak Lanjut
Penggunaan ChatGPT juga tidak bisa kita halangi karena
sifatnya yang dapat diakses oleh siapa saja. Justru ketika kita menghalangi
peserta didik dalam mengakses ataupun menggunakan ChatGPT ini semakin mereka
respon dengan penggunaan yang masif dan tanpa kontrol yang benar. Pengajaran
dalam memilah informasi yang benar dan logis jauh lebih berarti daripada hanya
melarang saja.
Pada dasarnya setiap guru harus sadar betul posisinya
yang memiliki tugas mendidik para peserta didik ditengah akses informasi yang
sangat terbuka dan masif ini. Guru harus meningkatkan keahliahnnya dalam
menggunakan perangkat teknologi yang ada. Guru juga harus selalu terbuka untuk
belajar hal-hal baru yang saat kuliah tidak ia dapatkan. Pendekatan komunikatif
kepada peserta didik juga harus sering guru lakukan, agar guru tidak
ketinggalan informasi dari peserta didik. Tidak ada salahnya guru belajar dari
peserta didik.
Penggunaan ChatGPT dengan kristis akan berdampak pada
efisiensi waktu dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah. Apalagi pembelajaran
disekolah sangat terbatas di waktu. Dengan menggunakan ChatGPT untuk
mengumpulkan informasi tugas-tugas yang ada dan juga hanya memerlukam waktu
yang sangat cepat, peserta didik tinggal mengelaborasikan informasi temuan yang
ada secara kritis.
Post a Comment